top of page

Teknologi Virtual Reality: Pemberi Harapan Pendidikan bagi Anak Difabel


Pasal 31 Ayat 1 UUD 1945 berbunyi “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.” Pasal tersebut menyiratkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan kata lain, setiap warga negara Indonesia memiliki hak sama untuk menempuh pendidikan, sekalipun difabel. Pada saat bersamaan, pendidikan terus beradaptasi terhadap perkembangan zaman, termasuk teknologi. Tidak dapat dipungkiri bahwa sejauh ini, teknologi berperan sangat penting dalam membantu kehidupan kita sehari-hari, termasuk dunia pendidikan. Di era modern ini, banyak orang telah mengerahkan segala kemampuan melalui inovasi teknologi untuk menemukan cara mencapai pendidikan inklusif.


Pada dasarnya, tujuan perwujudan pendidikan inklusif adalah membuka kesempatan seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki keterbatasan fisik, mental, serta emosional. Oleh karena keterbatasan cara mengajar, serta kurangnya fasilitas pembelajaran untuk membantu peserta didik difabel, dunia memerlukan solusi atasnya. Di sisi lain, inovasi teknologi Virtual Reality (VR) menjadi salah satu wadah berpotensi tinggi yang dapat menunjang pendidikan inklusif. Potensi tersebut terkaji dalam sebuah penelitian berjudul “Menaksir Peluang Penggunaan Virtual Reality untuk Pendidikan Anak Disabilitas” yang ditulis oleh Chitu, Tecau, Constantin, Tescasiu, Bratucu, Gabriel, dan Purcaru (2023).


Para peneliti tersebut mengkaji efektivitas penggunaan teknologi VR demi mencapai kesetaraan akses dalam pendidikan inklusif dengan metode kualitatif yang berfokus pada 31 spesialis yang bekerja dengan penyandang difabel. Peserta didik berkebutuhan khusus biasanya memiliki kemampuan imajiner yang sederhana. Namun, bayangkan saja, dengan kemampuan imersif dari teknologi VR, para peserta didik dapat mewujudkan imajinasinya sekaligus melaksanakan pembelajaran. Lebih daripada itu, potensi-potensi lainnya terhadap penggunaan VR bagi pendidikan anak difabel tersampaikan juga penelitian tersebut.


Temuan penelitian menunjukkan sebanyak 19 dari 31 spesialis yang diwawancarai, optimis terhadap keefektivitasan penggunaan VR dalam pendidikan bagi anak difabel. Ketujuh peneliti yang terlibat dalam penelitian ini membagi hasil penlitiannya dalam tiga kategori, antara lain;


  • Tingkat familiarisasi spesialis.

Kebanyakan dari spesialis menyatakan bahwa penggunaan VR merupakan pengalaman baru. Sebagiannya hanya pernah menikmatinya melalui bioskop (film 3D). Sedangkan, hanya dua di antaranya mengungkapkan sebagai pengguna VR.


  • Opini spesialis.

Opini utama dari para spesialis adalah VR sangat menarik dan berpotensi membantu penyandang difabel. Selain itu, ada pula yang berpendapat bahwa terkadang pendidik tidak dapat menggunakan materi konkret dalam aktivitas belajar mengajar sehingga VR sangat membantu. Mereka menyatakan belajar sambil mendengarkan musik akan sangat berpengaruh pada peserta didik dengan difabel.


  • Keunggulan dari VR

Para peneliti menyimpulkan bahwa kemampuan VR untuk memaparkan informasi dengan cara menarik, kemampuan memindahkan peserta didik secara virtual ke beberapa lokasi yang tidak dapat terjangkau, serta kemampuan menghadirkan presensi realistis bagi peserta didik yang tidak mampu mengimajinasikannya menjadi keunggulan tersendiri bagi peserta didik difabel.


Dalam konteks menerapkan VR pada pendidikan peserta didik difabel yang harapannya dapat mewujudkan pendidikan inklusif, tentunya kita memerlukan adaptasi dari berbagai lembaga pendidikan serta penggiat teknologi VR. Indonesia sendiri telah memiliki satu primadona teknologi pendidikan (EdTech) yang menggeluti bidang teknologi imersif VR, yakni, MilleaLab. Dengan tetap mengacu pada penelitian di atas, MilleaLab menyediakan lingkungan virtual 3D dengan fitur yang mendukung peserta didik difabel.


Secara alamiah, MilleaLab yang mengandalkan teknologi VR ini, memudarkan batas antara dunia nyata dan dunia virtual sehingga penggunanya merasakan pengalaman realistis saat memasuki dunia virtual. Dalam MilleaLab, peserta didik dapat merasakan kebahagiaan belajar melalui interaksi stand-point. Artinya, peserta didik hanya perlu berdiri dan melakukan interaksi dengannya untuk melaksanakan proses pembelajaran. Terlebih, pendidik pun dapat menyematkan musik dalam konten pembelajaran virtual bagi para peserta didik.


Hal tersebut tentunya berhubungan dengan hasil opini salah satu spesialis dari penelitian di atas bahwa musik dapat membantu peserta didik difabel untuk lebih rileks dalam melaksanakan pembelajaran. Kemampuan MilleaLab dalam memaparkan informasi pembelajaran pun sangatlah menarik karena pendidik dapat menyematkan gambar maupun video sekaligus beserta dengan kuis. Pada akhirnya, penggunaan VR sangat berpotensi untuk memberikan harapan pendidikan bagi peserta didik difabel. Tetapi, tentunya akan sangat diperlukan kesadaran para pendidik demi mencapai pendidikan inklusif yang layak.


Comments


bottom of page