top of page

Tinjauan Praktik Sejarah Seni Melalui Virtual Reality



Inovasi teknologi Virtual Reality (VR) semakin menyokong berbagai kebutuhan industri dan masyarakat luas, terutama pendidikan. Implementasi penggunaan VR di pendidikan dipelopori bidang sains dan medis karena praktik pembelajarannya yang kompleks. Namun, sejak 2011, banyak platform dunia yang telah meluncurkan museum, pameran, dan tur virtual demi meningkatkan kesadaran akan warisan dunia pada sejarah seni. Penelitian Hutson dan Olsen (2021) “Humaniora Digital dan Virtual Reality: Tinjauan Teori dan Praktik Terbaik untuk Sejarah Seni” membahas lebih lanjut mengenai praktik penggunaan VR pada bidang sejarah seni.


Implementasi teknologi VR pada sejarah seni dapat dikatakan relatif terlambat dibanding bidang sains dan medis. Kendati demikian, terdapat perbedaan utama dalam penerapan VR pada sains & medis dengan sejarah seni, yakni keterampilan pengguna secara serius demi mencapai hasil maksimal, penikmat sejarah seni tidak perlu kemampuan pengoperasian yang rumit. Hingga pada akhirnya, beragam bidang pendidikan akan terbantu berkat kecanggihan teknologi VR, termasuk penggunanya, yaitu para peserta didik.


Ketika proses pembelajaran terlaksanakan melalui VR, peserta didik akan merasakan pengalaman nyata yang membuatnya seakan berada di dunia nyata. Dunia virtual 3D yang VR tawarkan bagi ranah industri pendidikan membawa peserta didik memasuki babak baru, yakni digitalisasi pendidikan. Seperti yang kita ketahui, teknologi selalu dapat menghilangkan batas jarak dan waktu bagi penggunanya, terlebih teknologi VR. Penelitian Hutson dan Olsen (2021) mengkaji literatur dan teori di balik penggunaan VR pada pendidikan untuk meningkatkan hasil pembelajaran sejarah seni.


Secara sederhana, kita tahu, sejarah tidak dapat terulang atau terjadi lagi. Di sisi lain, seni merupakan satu hal abstrak yang hadir dari berbagai tempat di belahan dunia. Fakta tersebut terbantahkan ketika aspek sejarah seni terkonversi menjadi virtual yang bisa diakses pengguna kapan pun dan dimana pun. Hutson dan Olsen menyimpulkan seminimalnya tiga rekomendasi utama dalam praktik baik penggunaan VR untuk sejarah seni;


  • Menerapkan pengalaman VR yang menunjukkan pendekatan baru dan inovatif kepada kepuasan dan kesuksesan peserta didik.

  • Mengidentifikasi disiplin ilmu ketika dampak lingkungan imersif VR dapat termanfaatkan secara maksimal dan membuat pembelajaran lebih menarik dan efektif bagi peserta didik.

  • Mulai dengan strategi ‘beli daripada membangun’ untuk memastikan implementasi berdampak rendah memiliki peluang terbesar untuk sukses di awal.


Tiga rekomendasi tersebut tentunya bisa menjadi acuan bagi lembaga pendidikan untuk mengaplikasian VR di dalam ruang kelas. Faktanya, tidak sedikit perusahaan teknologi dunia, termasuk Indonesia yang telah mengembangkan platform pendidikan berbasis teknologi VR. SHINTA VR adalah perusahaan teknologi imersif asal Indonesia yang menginisiasi MilleaLab sebagai platform teknologi pendidikan (EdTech) yang merealisasikan dampak baik VR terhadap pembelajaran di ruang kelas. MilleaLab merupakan salah satu produk SHINTA VR yang intensif mengedepankan teknologi VR dengan karakteristik imersif.

Satu hal yang menjadi keunggulan tersendiri bagi MilleaLab adalah fleksibilitas. Dalam praktiknya, para pendidik dapat menciptakan konten pembelajaran sesuai kebutuhan, baik museum, sains, media, maupun pembelajaran tanpa batas. Selain itu, MilleaLab menyediakan aset 3D yang pendidik sematkan dalam konten pembelajaran sehingga menstimulasi perasaan bahagia belajar peserta didik. Kebebasan akan fleksibilitas MilleaLab pun tidak menyulitkan pendidikan sama sekali, justru memudahkan. Para pendidik dapat menambahkan beragam aset 3D hanya dengan fitur ‘Drag n Drop’.


Alhasil, keterampilan pengguna MilleaLab, yakni para pendidik, yang ditopang oleh ilmu pengetahuan sesuai bidang sudahlah cukup memotivasi penciptaan konten pembelajaran yang menarik. Pada akhirnya, MilleaLab membebaskan kemutlakan akan pembelajaran pada satu bidang tertentu secara tunggal berkat kecanggihan imersifnya. Justru, MilleaLab mendorong eksplorasi lintas-wawasan dengan fitur-fitur pembelajarannya. Ketika penelitian Hutson & Olsen (2021) memaparkan kajian mengenai teori dan praktik baik teknologi VR pada bidang sejarah seni, MilleaLab telah lebih dahulu membuktikkan secara konkret dampak nyata VR terhadap segala bidang pembelajaran.


Comments


bottom of page