top of page
Victor Chivaldo

Virtual Reality dalam Pendidikan: Fokus pada Peran Emosi dan Reaktivitas Fisiologis



“Fakta bahwa teknologi canggih VR dalam pendidikan mempengaruhi emosi dan fisiologis peserta didik adalah mutlak. Eksperimen yang dilakukan pada penelitian Virtual Reality in Education : Focus on the Role of Emotions and Physiological Reactivity oleh Vesisenaho, Juntunen, Häkkinen, Pöysä-Tarhonen, Fagerlund, Miakush, Parviainen, Tiina (2019) mengandalkan tiga pengaplikasian berbeda antara lain Google Earth, Pertarungan Busur, dan Meditasi Terpadu.”



Penelitian mengenai dampak pemanfaatan inovasi teknologi Virtual Reality (VR) untuk pendidikan selalu menjadi topik perbincangan yang menarik. Sebuah penelitian berjudul “Virtual Reality in Education : Focus on the Role of Emotions and Physiological Reactivity” yang ditulis oleh Vesisenaho, Juntunen, Häkkinen, Pöysä-Tarhonen, Fagerlund, Miakush, Parviainen, Tiina (2019) berhasil memaparkan hasil dari implementasi VR dalam pendidikan yang berfokus pada peran emosi dan reaktivitas fisiologis peserta didik. Berkaitan dengan hal tersebut, keterlibatan emosional dan kognitif memiliki pengaruh signifikan terhadap penggunaan VR dalam dunia pendidikan.


Seperti yang kita ketahui, sifat alamiah daripada teknologi VR itu sendiri adalah imersif realistis. Artinya, pengguna dapat merasakan pengalaman nyata, meski sedang berada di dalam dunia virtual. Eksperimen yang dilakukan pada penelitian Virtual Reality in Education : Focus on the Role of Emotions and Physiological Reactivity (2019) mengandalkan tiga pengaplikasian berbeda antara lain Google Earth, Pertarungan Busur, dan Meditasi Terpadu. Ketiga skenario eksplorasi tersebutlah yang menjadi dasar bagi para peserta didik yang menjadi peserta utama dalam penelitian ini. Demi mencapai penilaian hasil dari emosi dan fisiologis para peserta, para peneliti menerapkan dua metode berbeda untuk masing-masing konteks luarannya.


Pertama, metode Variabilitas Detak Jantung untuk mengukur fisiologis para peserta didik, yakni detak jantung yang terkoneksi dengan seluruh syaraf motorik. Melalui metode ini, hasil dari aktivitas fisik dalam dunia virtual yang mempengaruhi detak jantung pun terlihat jelas. 5 dari 6 peserta didik yang mengikuti eksperimen tersebut mengalami tingkat tekanan jantung yang rendah ketika sedang bermeditasi atau rileks. Sedangkan, rata-rata tekanan detak jantung para peserta didik adalah 135 detakan per menitnya ketika menggunakan VR dalam 3 skenario berbeda tersebut. Fakta ini membuktikan bahwa penggunaan VR dalam pendidikan ternyata sangat berpengaruh pula terhadap reaktivitas fisiologis para peserta didik saat belajar.


Selain itu, untuk mendapatkan hasil emosional dari penggunaan VR dalam pendidikan, para peneliti menyediakan beberapa pertanyaan terkait pengalaman peserta didik di setiap sesinya. Setiap satu skenario berhasil peserta didik selesaikan, peserta didik akan diberikan beberapa pertanyaan sekaligus beristirahat sejenak sebelum memasuki skenario berikutnya. Daftar pertanyaan tersebut mencakup sepuluh pertanyaan dampak positif dan sepuluh negatif yang dijawab menggunakan skala ordinal antara 1 dan 5. Dengan demikian, hasil analisa dari pengisian oleh peserta didik terbagi menjadi 2 konteks, yakni positif dan negatif.


Berdasarkan pengisian tersebut, para peserta didik melaporkan efek negatif terendah selama Google Earth dan Meditasi Terpandu VR. Sedangkan aplikasi dengan efek negatif tertinggi adalah saat bereksplorasi dalam Pertarungan Busur. Hal ini tentu saja dapat terjadi karena sebuah pertarungan pasti akan memicu adrenalin para peserta didik. Salah seorang peserta didik yang menjadi bagian dari eksperimen penelitian tersebut pun menyampaikan, “Sepertinya saya berada dalam mimpi buruk. Saya merasa bisa melompat ke dalam air. Rasanya seperti tidur dengan mata terbuka. Pengalaman itu sangat nyata, meski tidak ada yang tampak persis sama dengan kenyataan sebenarnya. Sungguh kehilangan kesadaran akan waktu dan tempat. Lingkungan sekitar terasa begitu nyata. Misalnya, saya mencoba duduk di pagar batu dan mencoba berjongkok dan menyembunyikan diriku di balik tembok rendah.”


Fakta bahwa teknologi canggih VR dalam pendidikan mempengaruhi emosi dan fisiologis peserta didik adalah mutlak. Namun, penyematan VR pada ruang kelas tentunya memerlukan posisi sentral daripada pendidik itu sendiri. Dalam konteks tersebut pula, muncul berbagai platform inovatif yang memudahkan para pendidik untuk mengaplikasikan pembelajaran VR di ruang kelas. MilleaLab adalah salah satu platform teknologi pendidikan Virtual Reality yang bergerak konsisten sejak 2019 demi menularkan dampak kemudahan bagi dunia pendidikan Indonesia. Penelitian Virtual Reality in Education : Focus on the Role of Emotions and Physiological Reactivity (2019) secara langsung menjadi bukti bahwa pembelajaran dapat efektif dan efisien mempengaruhi emosi dan fisiologis peserta didik yang berdampak pada proses pembelajaran.


Comments


bottom of page